Rabu, 27 Maret 2013

korupsi

Rizka Arlina (lahir di Jakarta, 9 Mei 1959; umur 53 tahun) adalah seorang pengusaha asal Indonesia. Dari tahun 1995 hingga 1997 ia menjabat sebagai Direktur Utama PT. Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI). Ia saat ini merupakan seorang buronan karena melarikan diri dari hukuman pengadilan. Oleh pengadilan, Timan telah diputuskan bersalah karena telah menyalahgunakan kewenangannya sebagai direktur utama BPUI dengan cara memberikan pinjaman kepada Festival Company Inc. sebesar 67 juta dolar AS, Penta Investment Ltd sebesar 19 juta dolar AS, KAFL sebesar 34 juta dolar AS, dan dana pinjaman Pemerintah (RDI) Rp 98,7 miliar sehingga negara mengalami kerugian keuangan sekitar 120 juta dolar AS dan Rp 98,7 dolar singapura
Pada pengadilan tingkat pertama di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Timan dibebaskan dari tuntutan hukum karena perbuatannya dinilai bukan tindak pidana. Menanggapi vonis bebas itu, Jaksa Penuntut Umum mengajukan kasasi dan meminta Majelis Kasasi menjatuhkan pidana sebagaimana tuntutan terhadap terdakwa yaitu pidana delapan tahun penjara, denda Rp30 juta subsider enam bulan kurungan, serta membayar uang pengganti Rp1 triliun.
Pada Jumat, 3 Desember 2004, Majelis Kasasi Mahkamah Agung (MA) yang dipimpin oleh Ketua MA Bagir Manan memvonis Sudjiono Timan dengan hukuman 15 tahun penjara, denda Rp50 juta, dan membayar uang pengganti sebesar Rp 369 miliar.
Namun, saat Kejaksaan hendak mengeksekusi Sudjiono Timan pada Selasa, 7 Desember 2004, yang bersangkutan sudah tidak ditemukan pada dua alamat yang dituju rumah di Jalan Prapanca No. 3/P.1, Jakarta Selatan maupun rumah di Jalan Diponegoro No. 46, Jakarta Pusat dan dinyatakan buron dengan status telah dicekal ke luar negeri oleh Departemen Hukum dan HAM.
Pada 17 Oktober 2006, Kejaksaan Agung Republik Indonesia mulai menyebarkan foto dan datanya ke masyarakat melalui televisi dan media massa sebagai salah satu 14 koruptor buron yang sedang dicari

Kebijakan Kriminal Penanggulangan di indonesia

Kebijakan Kriminal Penanggulangan
Tindak Pidana
Ekonomi di Indonesia

Abstrak
Penelitian ini difokuskan kepada persoalan kebijakan kriminal penanggulangan tindak pidana ekonomi
di Indonesia. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perundangundangan
(statute approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach).
 Bahan hukum dikumpulkan denganstudi kepustakaan kemudian dianalisis secara kualitatif. Penelitian ini menemukan bahwa kebijakan
kriminal penanggulangan tindak pidana ekonomi sebagai bentuk kebijakan publik untuk menanggulangi
masalah kejahatan perekonomian masih dititikbertakan pada upaya kriminalisasi melalui peraturan
perundang-undangan dan penegakan hukum melalui SPP
, dan aktor-aktor non SPP
belum diberdayakan
secara maksimal dalam penanggulangan tindak pidana ekonomi melalui upaya pencegahan.
Pendahuluan
Dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, kegiatan memenuhi kebutuhan
dan mempertahank
an hidup merupakan bagian penting dari upaya manusia
mewujudkan
kehidupan yang berkesejahteraan. Kenyataannya, upaya manusia
untuk memenuhi kebutuhan dan mempertahankan hidup terkendala oleh
terbatasnya sumber daya yang ada. Sejarah mencatat bahwa ribuan tahun lalu, 3
(tiga) kelompok masyarakat yang teridentifikasi sebagai
Westia, Tropica,
dan
Egalia
telah berusaha melakukan pertukaran komoditas untuk mencukupi kebutuhan
masing-masing.
1
Perbedaan kondisi geografis mengakibatkan ketiga kelompok
masyarakat tersebut memiliki kelebihan dalam bidang tertentu dan kekurangan pada
bidang lainnya. Pada komunitas
Westia
misalnya, dengan kondisi iklim yang ekstrim
berakibat sumber daya alam yang tersedia sangat terbatas baik dalam jumlah maupun
jenisnya, namun keterbatasan tersebut justru mendorong masyarakatnya untuk lebih
mandiri dan berusaha keras mencukupi kebutuhan hidupnya. Kondisi tersebut
berbeda dengan yang terjadi pada komunitas
Tropica
yang memiliki sumber daya
alam berlimpah namun kurang mampu mengelolanya sehingga sebagian
masyarakatnya terpuruk dalam kemiskinan.
2
Pada era globalisasi saat ini, pertukaran komoditas untuk mencukupi kebutuhan
manusia telah terbingkai dalam bentuk kegiatan ekonomi. Kegiatan ekonomi meliputi
seluruh kegiatan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup, yang secara umum
dikelompokkan ke dalam tiga kegiatan utama yaitu, kegiatan produksi, distribusi,
dan konsumsi. Perkembangan perekonomian dan dunia usaha yang semakin pesat,
ditambah lagi dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, telah memicu
timbulnya penyimpangan-penyimpangan dalam aktivitas perekonomian yang secara
faktual menghadirkan berbagai bentuk kejahatan yang merupakan pelanggaran
terhadap hukum pidana. Salah satu dampak globalisasi ekonomi yang rentan
menimbulkan permasalahan hukum, misalnya adalah penyelenggaraan jasa transfer
dana yang bersifat lintas negara
(cross border),
melibatkan berbagai mata uang dalam
jumlah nominal dan volume yang besar serta bersifat kompleks. Umumnya permintaan
transfer dana dilatarbelakangi dengan adanya suatu kegiatan antara pengirim dan
penerima
(underlying transaction)
, seperti jual beli, pembayaran angsuran, tagihan dan
sebagainya, namun tidak jarang kegiatan transaksi tersebut dijadikan sebagai sarana
menyembunyikan dana hasil kejahatan kedalam kegiatan normal dari bisnis.
Menarik untuk dicermati angka-angka mengenai besarnya jumlah dana yang
dicuci sebagaimana disebutkan James Petras mengemukakan bahwa terdapat suatu
konsensus diantara U.S. Congressional Investigators, para mantan bankir (
former
bankers
), dan para pakar perbankan internasional bahwa bank-bank Amerika Serikat
dan Eropa mencuci antara US$ 500.000.000.000,00 (lima ratus miliar dolar Amerika
Serikat) dan US$ 1.000.000.000.000,00 (satu triliun dolar Amerika Serikat) uang haram
(
dirty money
) setiap tahun, separuh di antaranya dicuci di bank-bank Amerika Serikat.
Petras mengutip ucapan senator Carl Levin :
Estimates are that US$ 500 billion to US$
1 trillion of international criminal proceeds are moved internationally and deposited into
bank accounts annually. It is estimated that half of that money comes to the United States
.
3
Di
sisi lain, proses transfer dana juga rentan menimbulkan gejolak perekonomian.
Ketika proses transfer dana gagal dilaksanakan, maka dipastikan kegiatan ekonomi
akan terganggu. Kondisi seperti ini akan memicu timbulnya berbagai permasalahan
diantara para pihak dalam perekonomian. Selanjutnya, jika dilihat dari sisi para pihak
yang terkait didalamnya, kegiatan transfer dana melibatkan banyak pihak. Dengan
banyaknya pihak yang terkait didalamnya, apabila terjadi kegagalan atau
keterlambatan penyampaian transfer akibat adanya kejahatan bisnis, dapat
berdampak pada ketidakmampuan bank atau lembaga penyelenggara transfer dana
lainnya dalam menyelesaikan transfer dana, maka kondisi ini berpotensi secara
sistemik menyebabkan salah satu atau lebih pihak mengalami kerugian.
4
Menghadapi era keterbukaan dalam bidang perekonomian yang dipengaruhi
oleh kebebasan pasar yang telah memicu timbulnya berbagai bentuk kejahatan di
bidang perekonomian, kiranya perlu dipikirkan perlindungan atas perekonomian
di Indonesia.
Ketika terjadi gejolak dalam perekonomian, sering orang berpendapat
hal demikian adalah semata-mata kesalahan Pemerintah dalam mengambil kebijakan
di bidang perekonomian